Minggu, 06 November 2011

KHALIFAH

Sesungguhnya Allah swt., telah mewajibkan kepada umat untuk menerapkan hukum syara' secara keseluruhan. Dan Islam telah menjadikan pemerintahan dan kekuasaan menjadi milik umat, dimana dalam hal ini umat mewakilkan kepada seseorang untuk melaksanakan urusan tersebut sebagai wakilnya. Dialah Khalifah (atau Imam, atau amirul mukminin), yakni orang yang mewakili umat dalam urusan pemerintahan dan kekuasaan serta dalam menerapkan hukum-hukum syara'. Khalifah di anggap sah, bila ia telah dibai’at dengan bai'at in'iqad (bai'at pengangkatan) secara syar'i, dengan kerelaan.

SYARAT-SYARAT KHALIFAH

1. Muslim
2. Laki-laki
3. Baligh
4. Berakal
5. Adil
yaitu orang yang konsisten dalam menjalankan agamanya (bertakwa dan menjaga muru'ah). Jadi tidak sah orang fasik diangkat menjadi seorang khalifah. Adil adalah syarat yang harus dipenuhi untuk pengangkatan khilafah serta keberlangsungan akad pengangkatannya. Sebab, Allah SWT. telah mensyaratkan pada seorang saksi dengan syarat 'adalah (adil). Allah berfirman: "Hendaknya menjadi saksi dua orang yang adil dari kamu sekalian." (Q.S. At Thalaq: 2).
Kedudukan seorang khalifah tentu saja lebih tinggi daripada seorang saksi. Karena itu, tentu lebih utama dia memiliki syarat adil. Sebab kalau kepada seorang saksi saja ditetapkan syarat adil, apalagi kalau syarat itu untuk seorang khalifah, 6. Merdeka. 7. Mampu melaksanakan amanat khilafah. Sebab hal ini termasuk syarat yang dituntut oleh bai'at. Jadi, tidak sah bai'at kepada seseorang yang tidak sanggup untuk mengemban urusan umat (amanat khilafah) berdasarkan kitab dan sunah. Karena berdasarkan kitab dan sunah inilah dia dibai'at.

Akad Pengangkatan Khilafah adalah akad yang dibangun atas dasar kerelaan dan pilihan, kerena merupakan bai'at untuk taat kepada seseorang yang mempunyai hak ditaati dalam kekuasaan. Kerelaan ini haruslah dari kedua belah pihak, yakni pihak yang member bai’at dan pihak yang menerima bai’at. Oleh karena itu, apabila seseorang tidak bersedia menjadi khalifah dan menolak jabatan khilafah, maka ia tidak boleh dipaksa atau ditekan untuk menerimannya, tapi harus dicarikan orang lain untuk menduduki jabatan tersebut. Juga tidak boleh mengambil bai'at dari kaum muslimin dengan kekerasan dan paksaan, karena jika demikian, maka secara syar’i akad tersebut bathil (tidak sah).

Ketika pembai’atan tersebut sah, maka saat itu orang tersebut telah menjadi Waliyul Amri, pemegang tampuk kekuasaan, yang harus ditaati. 

Adapun orang-orang yang bisa melakukan pengangkatan jabatan khilafah dengan bai'at mereka, dapat difahami dari fakta yang pernah terjadi pada saat pembai'atan khulafaur rasyidin dan ijma' para sahabat. 
Pembai'atan Abu Bakar As Shiddiq cukup dilakukan oleh ahlul halli wal aqdi dari kalangan kaum muslimin yang berada di Madinah saja. Kaum muslimin yang berada di Makkah maupun di seluruh jazirah Arab lainnya tidak dimintai pendapatnya, bahkan mereka tidak ditanya. Demikian pula pada saat pembai'atan Umar Bin Khattab. Sedangkan pada saat pembai'atan Utsman Bin Affan, Abdurrahman Bin Auf ternyata mengambil pendapat seluruh kaum muslimin di seluruh Madinah dan tidak membatasi pengambilan pendapat hanya dari kalangan Ahlul Halli Wal Aqdi sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar ketika mencalonkan Umar. Pada saat Ali Bin Abi Thalib, pembai'atannya hanya dilakukan oleh mayoritas penduduk Madinah dan penduduk Kufah. Dan beliaulah satu-satunya kandidat yang dibai'at. Bai'atnya pun dianggap sah, sampaipun dalam pandangan orang-orang yang menentang dan memeranginya. Sebab, terbukti bahwa mereka tidak membai'at orang lain dan tidak menyangkal pembai'atan beliau. Mereka hanya menuntut keadilan atas tumpahnya darah Utsman. Jadi, status mereka dihukumi sebagai bughat (pembangkang) yang menentang khalifah mengenai suatu urusan. Karena itu, khalifah harus menjelaskan persoalan tersebut kepada mereka dan memerangi mereka. Sehingga mereka tidak sampai membentuk khilafah yang lain.
Atas dasar inilah, maka khilafah dapat terwujud dengan sah, jika pembai'atannya dilaksanakan oleh mayoritas wakil umat yang mewakili sebagian besar umat Islam yang berada dalam wilayah ketaatan kepada khalifah sebelumnya, dimana akan dilangsungkan pemilihan penggantinya sebagaimana yang terjadi pada masa khulafaur rasyidin. Pada saat itu, bai'at mereka menjadi bai'at in'iqad khilafah. Adapun setelah bai'at in'iqad terlaksana maka bai'at yang telah dilakukan oleh selain wakil tersebut adalah bai'atut tha'at yaitu bai'at untuk melaksanakan perintah khalifah, jadi bukan bai'at untuk mengangkat khalifah.
Cara ini berlaku ketika seorang khalifah meninggal dunia atau diberhentikan, dan hendak diangkat khalifah baru sebagai penggantinya. 

Adapun dalam keadaan dimana tidak ada khalifah sama sekali, yaitu keadaan dimana kaum muslimin diwajibkan mengangkat seorang khalifah untuk melaksanakan hukum-hukum syara' dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia, sebagaimana keadaan ketika runtuhnya khilafah Islam di Istambul tahun 1343 H, (1924 M) sampai hari ini, maka setiap negeri dari seluruh dunia Islam wajib membai'at seorang khalifah dan melaksanakan akad pengangkatan khilafah. Namun apabila salah satu negeri Islam tertentu telah membai'at seorang khalifah dan sah akad pengangkatannya, maka seluruh kaum muslimin wajib berbai'at kepadanya sebagai bai'at taat, yaitu bai'at ketaatan, setelah khilafah terwujud dengan pembai'atan penduduk negeri tersebut. 

Jika khalifah telah berdiri di salah satu negeri Islam dan khalifah telah terwujud di dalamnya, maka kaum muslimin seluruh dunia wajib untuk bergabung di bawah panji khilafah dan berbai'at kepada khalifah. Sebab kalau tidak, semuanya akan berdosa di sisi Allah. Dalam hal ini khalifah harus mengajak mereka agar berbai'at kepadanya. Kalau mereka tetap tidak mau, maka mereka dapat dianggap sebagai bughat, dan khalifah wajib memerangi mereka sampai akhirnya mereka tunduk dan mentaatinya.
Jika terjadi pembai'atan terhadap khalifah yang lain di negeri yang sama ataupun di negeri lain setelah khalifah yang pertama dibai'at secara syar'i dan telah memenuhi empat persyaratan tersebut, maka wajiblah bagi kaum muslimin memerangi khalifah yang kedua sampai dia berbai'at kepada khalifah yang pertama. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Bin Amru Bin Ash yang mengatakan bahwa dia mendengar Rasulullah saw. bersabda:

"Dan siapa saja yang telah berbai'at kepada seorang imam lalu dia pun telah memberikan uluran tangannya dan buah hartinya, hendaklah ia mentaati imam itu selagi masih mampu. Jika ada orang lain yang ingin merebut kekuasaan darinya, maka penggallah leher orang itu."

Sedangkan orang-orang non Islam tidak berhak membai'at khalifah dan tidak pula diwajibkan atas mereka berbai'at. Sebab, bai'at tersebut adalah bai'at atas dasar Islam, Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, dimana hal itu menuntut orang non Islam agar beriman kepada Islam, Kitabullah dan Sunnah Nabi. Orang-orang non Islam juga tidak diperbolehkan ikut serta dalam pemerintahan dan tidak boleh pula ikut memilih penguasa sebab mereka tidak diberi kesempatan untuk menguasai kaum muslimin dan tidak pula ada tempat bagi mereka untuk berbai'at. 

Jumat, 04 November 2011

Sejarah Hari Valentine atau Hari Kasih Sayang



Setiap tanggal 14 Februari,para remaja di seluruh belahan bumi merayakan apa yang mereka sebut dengan Valentine's Day,atau yang di Indonesia lebih dikenal dengan nama,hari kasih sayang.
Di hari itu,setiap tanggal 14 Februari. Mereka selalu menggunakannya untuk mengungkapkan rasa kasih sayang pada seseorang seperti pacar atau kekasihnya dengan cara saling bertukar kado,memberikan coklat,atau memberikan kartu ucapan bertuliskan ''Be My Valentine'' atau dalam bahasa Indonesia berarti ''Jadilah Valentineku''.
Meskipun begitu,saya yakin bahwa sebagian besar dari mereka yang merayakan hari valentine tidak mengetahui sejarah asli hari kasih sayang,sebuah kisah yang dikenang dari sebuah kisah memilukan.

Asal Mula Hari Valentine

Hari Valentine atau yang lebih sering disebut Valentine's Day berasal dari nama seorang pendeta zaman romawi pada abad ketiga yang bernama St Valentine. Tanggal perayaan hari Valentine sendiri,yaitu tanggal 14 Februari diambil dari tanggal kematian sang pendeta,St. Valentine.

St. Valentine hidup pada masa kaisar Claudius yang terkenal kejam. Kaisar Claudius berkeinginan untuk memiliki sebuah pasukan tempur atau angkatan perang yang besar dan kuat,dan untuk memenuhi ambisinya tersebut. Dia menginginkan semua pria di kerajaannya untuk bergabung dengan pasukannya. Namun,semua tak berjalan sesuai dengan keinginannya. Para pemuda tidak mau bergabung dengan angkatan perangnya karena tidak rela meninggalkan keluarga dan kekasih yang dicintainya.
Mendapat tanggapan yang tak sesuai keinginannya. Kaisar Claudius kemudian mengeluarkan larangan bagi para pemuda untuk menikah. Karena dia berpikir,jika para pemuda tidak menikah mereka akan mau bergabung dengan pasukan tempurnya. Tentu saja hal yang dipandang tidak manusiawi ini ditentang oleh para pasangan muda dan para pendeta,termasuk St. Valentine sendiri.
Meskipun sudah dilarang,St. Valentine sebagai seorang pendeta tetap melaksanakan tugasnya sebagai pendeta,yaitu menikahkan pasangan yang saling jatuh cinta,meskipun itu secara sembunyi-sembunyi. Sampai pada akhirnya,kegiatan rahasianya ini diketahui oleh sang kaisar,sehingga dia ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara,juga divonis hukuman mati,dipenggal kepalanya.
Meskipun dipenjara,orang-orang tetap mendukung dan bersimpati kepadanya. Salah satu orang yang percaya padanya adalah seorang gadis,putri kepala penjara yang rutin mengunjunginya.
Pada hari hukuman matinya,tanggal 14 Februari. Dia sempat mengirimkan pesan kepada sang gadis putri kepala penjara atas semua dukungan,bantuan, dan perhatian yang telah diberikannya semasa di penjara. Di akhir pesan itu,dia menuliskan ''Dengan Cinta,dari Valentinemu''.
Sejak saat itulah,tanggal 14 Februari dirayakan sebagai hari valentine,hari kasih sayang. Untuk mengenang St. Valentine,yang memperjuangkan cinta.

Kamis, 03 November 2011

KISAH HIDUP RACHEL CORRIE SANG PEJUANG PALESTINA


Kegigihan Rachel Corrie dalam memperjuangkan hak orang palestina yang ditindas dikenang oleh dunia, khususnya pejuang kemanusiaan. Saat ini nama relawan tersebut digunakan nama kapal para aktivis pro-Palestina untuk menggantikan kapal Mavi Marmara. Kapal itu diharapkan menembus blokade Israel dengan tanpa takut mengikuti kegigihan Rachel Corrie.
16 Maret 2003, Rachel Corrie, seorang perempuan muda warga negara Amerika Serikat, meninggal dunia dengan cara yang tragis: dilindas buldoser Israel buatan AS. Hari itu, Corrie ada di Kota Rafah, Palestina, bersama teman-temannya dari International Solidarity Movement, menyaksikan penyerbuan tentara Israel ke kota itu. Dengan dalih mencari “teroris”, tentara Israel menyerang Rafah dengan amunisi lengkap.
Peluru-peluru berdesing, tank bergerak mencari mangsa, dan buldoser merubuhkan rumah-rumah warga setempat. Corrie mendidih melihat semua itu. Tatkala melihat sebuah buldoser Israel hendak menghancurkan sepetak rumah warga Palestina, Corrie berlari menyongsongnya. Mengenakan jaket jingga terang, Corrie berdiri tegap di depan buldoser itu. Tapi buldoser tak berhenti. Teriakan para warga tak digubris. Naas, Corrie akhirnya terlindas buldoser itu. Ia menemu ajal di Rumah Sakit Najar.
Hari itu Corrie memang telah tiada, tapi kita bisa membaca jejak perjuangannya hingga kini dari catatan hariannya. Agustus 2008 lalu, buku yang berisi kumpulan catatan harian Rachel Corrie telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dengan judul Let Me Stand Alone (Biarkan Aku Berdiri Sendirian).
Buku setebal 526 halaman yang diterbitkan Madia Publisher itu memuat pemikiran-pemikiran Corrie perihal perang, kemanusiaan, gaya hidup masyarakat modern, dan berbagai soal lainnya. Buku itu merupakan risalah yang mengecam perang sebagai sesuatu yang menodai kemanusiaan. Pengkotakan manusia karena perang, menurut Corrie, adalah sesuatu yang keji sebab manusia sebenarnya adalah saudara.  “Mereka adalah kita. Kita adalah mereka,” begitu kata Corrie.
Lahir dari Olympia, AS, Corrie telah menjadi relawan kemanusiaan sejak usia belia—ia meninggal pada usia yang juga amat muda: 23 tahun. Keprihatinannya terhadap perang dan tragedi kemanusiaan mulai menemukan bentuknya tatkala ia tiba di Rusia sebagai relawan International Solidarity Movement. Saat itu, sebagaimana termaktub dalam catatan hariannya, Corrie mulai merasakan Amerika sebagai sesuatu yang asing. “Amerika tak mempesonaku lagi. Ia tak mampu memikatku lagi. Ia pudar dan terlipat di pinggiran pikiranku….” tulis Corrie dalam catatan hariannya.
Buku Let Me Stand Alone merupakan contoh yang menarik tentang bagaimana para perempuan yang menyaksikan perang dan kekerasan dari dekat kemudian mengekspresikan gagasannya melalui medium tulisan. Sejarah mencatat, cukup banyak perempuan yang terlibat dalam perang kemudian menuliskan catatan harian atau sebuah risalah khusus mengenai perang.
Laksmi Pamuntjak pernah menulis kajian apik perihal dua perempuan yang sama-sama menulis buku soal perang: Simone Weil dan Rachel Bespaloff. Dalam buku bertajuk Perang, Langit, dan Dua Perempuan (Nalar, 2006), Laksmi mengisahkan bagaimana Weil dan Bespaloff bergulat dengan realitas Perang Dunia Kedua dan kemudian sama-sama mencoba melakukan tafsir atas kekerasan yang gila itu. Uniknya, keduanya sama-sama menafsirkan perang dan kemanusiaan melalui epos terkenal karya Homeros, Illiad.
Weil dan Bespaloff—keduanya sama-sama keturunan Yahudi yang tinggal di Prancis saat perang mulai merajalela—tampaknya mencoba menganalogikan Perang Dunia Kedua dengan Perang Troya yang dikisahkan dalam Illiad. Esai Weil soal Illiad terbit pertama kali tahun 1940 dengan judul L’Illiade, ou le poeme de la force yang berarti Illiad, atau Sebuah Puisi tentang Kekerasan. Sementara itu, esai Bespaloff—yang sering dianggap merupakan tanggapan atas esai Weil meski Bespaloff sendiri menampik tudingan itu—terbit tahun 1943 dengan judul De l’Illiade. Kedua esai itu kemudian disatukan dalam buku War & Illiad pada 2005.
Sama-sama perempuan yang mencoba menafsir Illiad, menurut Laksmi, Weil dan Bespaloff menghasilkan renungan yang berbeda soal perang. Weil lebih pasifis: ia menolak kekerasan dalam bentuk apapun sehingga baginya manusia yang terlibat dalam perang—baik mereka yang baik atau jahat—sebenarnya sama saja. Mereka yang terlibat dengan kekerasan—dengan niat baik atau jahat—bagi Weil, akan menuju akhir yang sama: kehancuran.
Sementara itu, Bespaloff melihat perang dengan sebuah sikap rendah hati yang tak hitam putih: perang tidak hanya berisi kekejian yang menggila, tapi juga hal-hal yang patut dikagumi, seperti semangat manusia berkorban demi sesamanya. Bagi Bespaloff, terlibat dalam suatu perang tak mengharuskan manusia berhenti memiliki harapan dan kebaikan.
Perempuan lain yang tersohor karena catatannya mengenai perang adalah Anne Frank. Tak tanggung-tanggung, ia adalah tokoh yang oleh Majalah Times dimasukkan ke dalam satu dari 100 Tokoh Abad 20 bersama nama-nama besar dunia seperti Lenin, Stalin, Mahatma Gandhi, dan Roosevelt. Anne Frank adalah gadis belia asal Belanda yang bersembunyi selama dua tahun saat tentara Nazi Jerman menyerang negerinya.
Buku hariannya merekam hari-hari Anne dalam masa sembunyi itu dan bagaimana perubahan dramatis terjadi di negerinya selama Perang Dunia Kedua. Buku yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Catatan Harian Anne Frank (Jalasutra, 2006) itu telah dibaca lebih dari 10 juta manusia dan menjadi salah satu autobiografi yang paling disukai sepanjang waktu.
Sama seperti catatan Corrie serta esai Bespaloff dan Weil, buku Anne Frank mengingatkan kita betapa kekerasan dan perang bukan hanya menghasilkan penderitaan yang memedihkan. Di tengah perang dan kekerasan, manusia juga bisa menuliskan catatan yang menginspirasikan banyak orang. Risalah-risalah itu adalah mutiara yang bersinar di antara tumpukan mayat, genangan darah, dan isak tangis manusia akibat perang.
Rachel Corrie. Sejak Olympia Movement for Justice and Peace (OMJP), Olympians for Peace in the Middle East (OPME), Students Educating Students about the Middle East (SESAME), Olympia Fellowship of Reconciliation (FOR) hingga International Solidarity Movement (ISM) disuplai energi kemanusiaan olehnya untuk meneriakkan kata “Merdeka!” Karena penjajahan yang diprakarsai negaranya (AS), Inggris dan Negara-negara Eropa masih berlangsung di hampir setiap sudut bumi ini.
Dengan pilihan merdeka, Rachel Corrie pergi ke Palestina. Rachel mempelajari isu tak masuk akal Palestina yang berhembus ke telinga dunia dengan kata “konflik” Palestina-Israel. Akhirnya dia dapati kenyataan bahwa Israel menjajah Palestina sejak lebih setengah abad lampau.
“Rachel, untuk pergi ke Palestina, kewajibankah? Tak seorangpun menyalahkanmu untuk mengurungkan niat itu,” ujar Mama Rachel. Rachel menjawab pasti, “Barang-barang sudah kukemas. Rasa takut itu manusiawi. Tapi kupikir, melakukannya tak mustahil. Harus kucoba, Mam.” Seatraktif apapun bujukan keluarganya, niat Rachel tak tergoyahkan. Tekad telah bulat, “Goodbye Olympia…”
Januari 2003. Rachel berangkat ke Israel untuk transit ke Tepi Barat. Setibanya di tanah para pengungsi itu, dia langsung bergabung bersama insan internasionalis (dari Inggris, Jerman, Itali dll) di International Solidarity Movement (ISM); wadah para pegiat kemanusiaan anti penjajahan. Pergerakan ini hanya memiliki dua syarat partisipasi: Pertama, pegiatnya yakin bahwa bangsa Palestina berhak merdeka berdasarkan hukum internasional dan resolusi PBB. Kedua, pegiatnya hanya menggunakan cara tanpa kekerasan untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Palestina.
Ketika tiba di Rafah, Rachel saksikan tank, bulldozer, menara-menara sniper dan pos-pos penggeledahan Israel bertengger di antara puing-puing bekas pemukiman penduduk Gaza. Tembok baja raksasa dibangun di reruntuhan dekat perbatasan Mesir. Matanya menyapu sekeliling; tampak orang-orang Palestina bertahan, meski penindasan terus berlangsung. Wajah-wajah lusuh itu menjalani hidup serba kekurangan, menderita dan menunggu giliran direnggut maut. Itulah kisah jejakan pertama Rachel di bumi Palestina, seperti yang dikisahkan Craig Corrie, Mama Rachel Corrie.
Rachel abstraksikan bahaya di daratan gersang itu. Debam-debam ledakan nyaris tak berjedah diselingi suara peluru-peluru yang dimuntahkan. Sesekali jerit ketakutan penduduk samar terdengar. “Bisakah kau dengar itu…? Bisakah kau dengar itu…?” ujar Rachel terbata-bata saat pertama kali menelepon mamanya dari rumah seorang Palestina tempat dia tinggal.
Di Rafah, Rachel dan pegiat kemanusiaan lainnya menjadi benteng hidup, berdiri mengelilingi pekerja air kota Palestina yang menggali sumur. Dia hadang moncong laras panjang sniper-sniper militer Israel yang berada di menara benteng. Desir angin panas membahanakan deru misil-misil, tak hanya di Palestina, tapi ke seantero jagad.
Rachel dan rekan-rekan terus berdiri mengelilingi sumur-sumur yang sedang digali para pekerja hingga lewat tengah malam. Demi setetes air agar basahi tenggorokan pengungsi Palestina yang terkurung sejak lama di bui Gaza. Hanya itu satu-satunya cara, setelah kebun zaitun penduduk Palestina dilindas buldoser-buldoser tentara IDF (tentara pertahanan Israel), setelah tentara-tentara Israel menimbun sumur-sumur dengan puing-puing rumah penduduk.
Rachel mengasuh bocah yatim massal Palestina dalam naungan Children’s Parliament. Merekalah yang memantapkan kedewasaan Rachel. Melalui mereka, Rachel bisa berbahasa Arab. Melalui Rachel mereka berkenalan dengan bahasa Inggris.
Meski berada dalam situasi gawat di Rafah, Rachel dan kawan-kawan sempat berdemonstrasi menentang militer AS yang meluluhlantak Irak pada 15 Februari 2003. “Ini salah satu tragedi terbesar dalam sejarah,” tutur Rachel.
Kampung halaman: Olympia atau Gaza? Di mata Rachel sama pentingnya. Rachel menjadi tambang yang menyimpul komitmen persaudaraan Gaza-Olympia. Wanita, anak-anak bergabung dalam pekan raya persaudaraan prakarsa Rachel itu.
Rachel menghadang tentara IDF yang hobi meluluhlantak pemukiman penduduk Palestina terutama Gaza. Rachel sengaja menghuni rumah penduduk yang menjadi incaran buldoser-buldoser Zionis-Israel. Rachel sadar, hak hidup merdeka milik semua bangsa, termasuk bangsa Palestina. Ya, Rachel tahu, hukum internasional harusnya melindungi ribuan orang di Rafah, Jalur Gaza. Tak ada hak siapapun untuk memusnahkan bangsa lain, apapun dalihnya, termasuk dalih pendirian negara ilegal Israel dan perluasan wilayahnya oleh IDF dengan membasmi penduduk di daratan berbatasan Mesir itu.
16 Maret 2003. Bersama tujuh pejuang internasional kemanusiaan dari Amerika dan Inggris, Rachel rela menjadi benteng hidup agar sisa rumah-rumah warga Palestina selamat dari serudukan buldoser Caterpillar D-9R milik tentara Israel. Rachel dan aktivis ISM lainnya yakin, bangsa Palestina berhak hidup aman di rumah mereka, di sekolah bahkan di dalam bis. Rachel berprinsip; penjajahan Israel atas bangsa Palestina harus berakhir secepatnya. Pembantaian tak pernah dilakukan orang-orang beradab, apalagi dengan dalih perluasan wilayah. “Mungkin aksi damai efektif sebagai solusi hingga terhenti pembantaian orang-orang Palestina. Sebagaimana penduduk Amerika dan seluruh dunia bisa hidup merdeka, demikian Palestina,” tutur Rachel.
16 Maret 2003. Dua bulldoser dan tank-tank Israel melaju kencang di jalanan Hi Salam, Rafah, Jalur Gaza, perbatasan Mesir menuju rumah-rumah penduduk Palestina. Satu buldoser dikendarai operator, dipandu seorang tentara yang berhenti tepat di depan rumah Nasrallah, salah satu keluarga di Rafah. Sudah beberapa hari Rachel tinggal di dalamnya. Bukan sekedar menumpang tidur, tapi Rachel sengaja menghendaki tentara IDF mengurungkan niat membongkar rumah itu karena keberadaannya. Juga, Rachel menegaskan tekadnya untuk bersama warga Palestina memperjuangkan kemerdekaan. Kesan seram ini dipotret Rachel melalui e-mail yang dikirim kepada Mamanya: Dua kamar depan rumah mereka tak dapat digunakan. Dinding-dindingnya hancur ditembus peluru Israel. Seluruh anggota keluarga; tiga anak dan dua pasang suami istri tidur di ruang tengah. Aku tidur di lantai bersama anak perempuannya, Iman dalam satu selimut.
Sekitar jam 5 sore, buldoser meraung-raung meminta tumbal. Saat melintas, rantai roda baja itu menyemburkan onggokan tanah kering hingga menimpuk aktivis-aktivis yang menjadi benteng hidup rumah warga Gaza itu. Seorang aktivis Amerika terlempar berguling-guling sebelum akhirnya tersangkut di kawat berduri dan seorang aktivis Inggris terjepit dinding. Buldoser D9R Israel siap melindas rumah itu, Rachel bergegas lari menghampiri. Dia tahu, keluarga Nasrallah berada di dalamnya. Dia hadang buldoser itu selayak Polantas menghentikan mobil di jalan raya. Aksi ini biasa dilakukan aktivis ISM sebelumnya.
Buldoser Israel tak berhenti. Aktivis-aktivis ISM lain menjerit histeris melambai-melambaikan tangan. Mereka ketakutan. Raungan buldoser menindih semua suara. Melihat D-9R semakin bergairah menyeruduk, Rachel berupaya memanjat gundukan tanah yang dikeruk pisau buldoser agar tak tertelan. Posisi Rachel di atas gundukan itu cukup tinggi, pasti tentara IDF yang mengoperasikan kendaraan baja itu melihatnya. Tapi serdadu itu tetap tancap gas. Rachel terbanting kemudian terseret pisau Bulldozer. D9R terus melaju. Rantai-rantai baja bergemeretak melindas Rachel, kemudian mundur. Tersisa tubuh hancur Sang gadis Olympia.
Teman-teman Rachel bergegas menghampiri. Rachel masih hidup kala itu. Dia sempat berkata, “Sepertinya punggungku remuk.’’ Tak lama ambulan Palestina datang. Saat itu dipastikan tiada harapan hidup bagi Rachel. Gadis berambut pirang itu dinyatakan meninggal beberapa saat setelah tiba di rumah sakit lokal.
Sayang, Rachel Corrie berada di pihak yang “salah.” Dia mati dilindas buldoser Israel. Karena alasan itulah pemerintahnya (Amerika Serikat) mendiamkan dan menghentikan kasusnya.
Rachel Corrie, abadilah namamu sebagai pejuang kemanusiaan. Engkaulah energi hidup yang menghidupkan.
Namanya Diabadikan Sebagai Nama Kapal Yang Akan Menembus Blokade Israel
Kegigihan Rachel Corrie dalam memperjuangkan hak orang palerstina yang ditindas dikenang oleh dunia, khususnya pejuang kemanusiaan. Saat ini nama relawan tersebut digunakan nama kapal para aktivis pro-Palestina untuk menggantikan kapal Mavi Marmara. Kapal itu diharapkan menembus blokade Israel dengan tanpa takut mengikuti kegigihan Rachel Corrie.
Kegagalan enam kapal misi kemanusiaan mancanegara mencapai Gaza akibat serangan brutal Israel, Senin (31/5/2010), tidak menyurutkan semangat para aktivis. Mereka berjanji untuk kembali mencoba menembus blokade Israel terhadap Gaza dengan memberangkatkan MV Rachel Corrie, kapal dagang yang dibeli para aktivis pro-Palestina.
Pihak penyelenggara misi, Selasa, mengatakan bahwa kapal yang menyandang nama aktivis perempuan Amerika yang tewas di Jalur Gaza pada 2003 itu sudah diberangkatkan dari Malta, Senin. Tekad para aktivis itu ditanggapi seorang pejabat Israel dengan mengatakan bahwa pihaknya akan menghambat misi kapal tersebut. Kondisi ini kembali memunculkan konfrontasi baru setelah insiden Senin berdarah. “Kami berinisiatif mendobrak blokade Israel terhadap satu setengah juta warga Gaza. Misi kami tidak berubah dan ini menjadi misi ‘flotilla’ terakhir,” kata Greta Berlin,

10 REKOR ARSENAL F.C. YANG SULIT DI PECAHKAN


Arsenal adalah salah klub tersukses di Inggris, punya banyak penggemar di seluruh dunia dan selalu melahirkan pemain-pemain top. Klub di London Utara ini boleh bannga karena punya rekor fantastis yang rasanya sulit dipecahkan di era sepakbola modern. 

Klub yang sekarang dilatih Arsene Wenger ini memang sedang mengalami masa-masa sulit di musim 2008/09. Sudah beberapa musim mereka belum mendapat tropi baik di tingkat domestik maupun internasional. Piala terakhir yang mereka raih adalah Piala FA pada 2005. Sedangkan gelar Liga Primer Inggris terakhir dicicipi pada musim 2003/04. Meski begitu, jangan pernah menganggap remeh Arsenal. Walaupun masih tertahan di peringkat keempat di musim ini, tapi mereka mampu mengalahkan Manchester United dan Chelsea.

Permainan mereka belakangan ini memang kurang konsisten. Fabregas cs kerap tersandung melawan klub-klub papan bawah. Wajar saja, karena saat ini Arsenal banyak dihuni pemain muda berbakat. Ini adalah hasil polesan Wenger yang dikenal bertangan dingin dalam memantau dan membina pemain muda. Performa Arsenal banyak mendapat pujian.

Mereka mampu tampil menyerang, atraktif, penguasaan bola yang baik serta umpan-umpan yang terukur. Hanya saja mereka belum punya lagi ujung tombak setajam Thierry Henry. Emmanuel Adebayor yang musim lalu cukup subur, belum bisa mengulangi produktifitasnya sampai pertengahan musim ini.

Tapi banyak yang meyakini Arsenal mampu bangkit dan tampil trengginas. Pengalaman dan kejelian Wenger dalam meracik tim rasanya masih bisa menuai hasil positif. Pria asal Prancis ini termasuk pelatih terlama di Liga Primer setelah Sir Alex Ferguson dan merupakan salah satu pelatih tersukses Arsenal.

1. Arsenal mencetak rekor 49 kali tidak terkalahkan di Liga Primer dari Mei 2003 sampai November 2004, 38 kali diantaranya terjadi pada musim 2003/04 saat mereka menjadi juara liga. Rekor sebelumnya dibuat Preston North End yang tak terkalahkan dala 22 pertandingan liga, dan itu terjadi di musim 1888/89! Sulit rasanya menyamai atau menumbangkan rekor tersebut dalam waktu dekat.

2. Arsenal memastikan gelar juara Liga Primer musim 1988/89 setelah mengalahkan Liverpool 2-0 di Anfield. Gol kemenangan dicetak Michael Thomas di menit ke-90. Uniknya, Thomas hijrah ke Liverpool pada tahun 1991. Keberhasilan Arsenal meraih gelar secara dramatis itulah yang mengilhami novel Fever Pitch.

3. Kiprah Arsenal pada dekade 1980-an menjadi inspirasi novel laris Fever Pitch yang ditulis novelis terkenal, Nick Hornby. Buku tersebut bahkan dibuat film layar lebar, ada versi Inggris dan Amerika (Hollywood).

4. Film pertama bertema sepakbola adalah The Arsenal Stadium Mistery (1939). Fokus utamanya tentu tentang Arsenal yang dibalut dengan cerita fiksi mengenai kecurangan dalam sepakbola. Beberapa pemain Arsenal ikut bermain sebagai figuran di film itu.

5. Nama Arsenal selalu disebut-sebut sebagai bagian dari budaya sepakbola Inggris. Diantaranya, pada 22 Januari 1927, pertandingan Arsenal melawan Sheffield United adalah pertandingan pertama di kompetisi Inggris yang disiarkan live melalui radio. Lalu, pada 16 September 1937, pertandingan pertama yang disiarkan langsung di televisi adalah pertandingan eksebisi antara tim utama Arsenal melawan tim cadangan Arsenal.

6. Sepanjang sejarah Liga Primer, Arsenal hanya tujuh kali finis dibawah urutan 14, sebuah rekor terbaik. Rata-rata posisi mereka dari tahun 1900 sampai 1999 adalah 8,5, tertinggi diantara klub lain. Selama ditangani Wenger, Arsenal selalu finis di tiga besar, kecuali di musim 2005/06 dan 2006/07 mereka finis di urutan keempat.

7. Arsenal belum pernah menjuarai Liga Champions. Pretasi terbaiknya adalah masuk final pada musim 2005/06. Mereka juga menjadi klub asal London pertama yang mampu lolos ke final Liga Champions pada 2006. Tapi di final mereka dikalahkan Barcelona 2-1.

8. Arsenal sudah 13 kali menjuarai Liga Primer, terbanyak setelah Liverpool (18) dan Manchester United (17). Mereka menjuarai Piala FA sepuluh kali, terbanyak setelah Manchester United (11). Arsenal tiga kali juara dobel, Liga Primer dan Piala FA dalam satu musim, pada 1971, 1998 dan 2002, rekor yang sama banyaknya dengan Manchester United. Pada 1993, Arsenal jadi tim pertama yang menjuarai Piala FA dan Piala Liga di tahun yang sama.

9. David O'Leary merupakan pemain yang paling banyak tampil bersama Arsenal (722 pertandingan). Urutan kedua, bek tangguh dan mantan kapten tim Tony Adams (669). Kiper yang paling sering tampil, David Seaman (563). Thierry Henry menjadi pencetak gol terbanyak dengan total 226 gol di semua ajang dari tahun 1999 sampai 2007.

10. Arsenal didirikan pada 1886 dengan nama Dial Square, lalu diubah menjadi Royal Arsenal. Setelah menjadi klub profesional pada 1891, nama klub diubah lagi menjadi Woolwich Arsenal. Pada 1913, mereka bermarkas di stadion Highbury, dan setahun kemudian nama Woolwich dihapus sehingga nama Arsenal dipakai sampai sekarang.


MENELUSURI JEJAK ISLAM DI INDONESIA PASKA TAHUN 1955 

29 September 1955
Sebanyak 39 juta rakyat Indonesia datang ke tempat pemungutan suara untuk memilih anggota DPR dalam pemilihan umum multipartai pertama di Indonesia. Disusul pada tanggal 15 Desember 1955 dilakukan pemilihan umum untuk memilih anggota-anggota Konstituante (lembaga pembuat konstitusi).

Pemilu saat itu dimenangkan empat partai besar PNI (20%), Partai Masyumi (20,9%), Partai NU (18,4 %) dan PKI (16,4%). Hasil bersihnya, partai-partai Islam memperoleh kurang dari 45% suara.

Pelantikan anggota DPR dilakukan pada tanggal 20 Maret 1956 sedangkan pelantikan anggota Konstituante pada tanggal 10 November 1956. Persidangan dalam Konstituante berjalan sangat alot, terutama berkaitan dengan dasar negara. Dari beberapa kali pemungutan suara dalam sidang Konstituante 52% menghendaki dasar negara Pancasila dan 48% menghendaki negara Islam. Karena kedua belah pihak tidak dapat mencapai 2/3 suara sidang tidak berhasil mencapai kata putus hingga Soekarno mengumumkan Dekrit Presiden tiga tahun kemudian (5 Juli 1959).

15 Februari 1958
Letnan Kolonel Achmad Husein memaklumkan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) berikut pembentukan kabinetnya dengan Sjafruddin Prawiranegara sebagai perdana menteri. Pemerintahan baru ini mendapat dukungan dari tokoh kharismatis Partai Masjumi Mohammad Natsir dan Burhanuddin Harahap serta tokoh PSI Sumitro Djojohadikusumo. Berdirinya pemerintahan tandingan ini didorong oleh masalah otonomi dan serta perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah yang dinilai tidak adil.

Dua hari kemudian Komandan Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah Letnan Kolonel DJ Somba menyatakan putus hubungan dengan Pemerintah Pusat dan mendukung sepenuhnya PRRI. Gerakan ini dikenal dengan nama Piagam Perjuangan Semesta (Permesta). Dan Permesta pun menyerah pada pemerintah pusat pada 29 Mei 1961.

5 Juli 1959
Atas desakan Pangab Jenderal AH Nasution, Presiden Soekarno mencetuskan Dekrit Presiden. Isi dekrit itu adalah membubarkan Konstituante, kembali ke UUD 1945 dan pembentukan MPRS.

Dekrit tersebut diterima kalangan Islam, karena pemerintah Soekarno menyatakan kembali ke UUD 1945 yang menggunakan semangat Piagam Jakarta.

17 Agustus 1960
Partai Masjumi terpaksa membubarkan diri setelah mendapat tekanan dari pemerintahan Soekarno, Soekarno kemudian mengeluarkan Kepres No 200/1960 yang meresmikan pembubaran itu. Pembubaran ini dilatarbelakangi penolakan partai ini terhadap konsep kabinet berkaki empat (PNI, Masjumi, NU dan PKI) serta menentang ajaran Soekarno tentang Nasakom.

Pertentangan itu juga diperparah oleh penolakan tokoh-tokoh Partai Masjumi terhadap kebijakan politik Soekarno memberlakukan Demokrasi Terpimpin serta ketidaksukaan Soekarno terhadap sejumlah pimpinan Partai Masjumi yang terlibat PRRI. Menyusul pembubaran Partai Masjumi banyak tokoh Islam yang ditangkap dan dipenjara oleh rezim Soekarno. Di antara mereka adalah M Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap, As'at, Prawoto Mangkusasmito, Muhammad Roem, Isa Anshary, EZ Muttaqien, Junan Nasution, Kasman Singodimedjo serta Hamka. Sebagian dijebloskan ke penjara karena fitnah PKI.

30 September 1965
Terjadi peristiwa dramatis pembunuhan dan penculikan sejumlah perwira tinggi TNI AD yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan dirinya Gerakan 30 September (G3OS). Belakangan diketahui G30S didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Aksi itu mendapat kecaman dan kutukan dari banyak kalangan. Tangal 8 Oktober 1965 sebanyak 500 ribu massa bersama 46 orpol dan ormas mengadakan demo besar di Taman Suropati Jakarta, menuntut pembubaran PKI. Tercatat di antara yang demo PII, HMI, Pemuda Ansor, NU, Muhammadiyah, Perti, Pemuda Muslim, Front Katolik serta GMKI.

25 Oktober 1965
Berbagai organisasi mahasiswa anti PKI membentuk wadah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Kemudian diikuti kalangan pelajar dengan membentuk Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), kalangan pemuda dengan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) dan sejumlah kesatuan aksi lainnya.

10 Januari 1966
Dengan dipelopori KAMI dan KAPPI, kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila memenuhi halaman gedung DPR-GR, mengajukan tiga tuntutan yang kemudian dikenal sebagai Tri Tuntutan Rakyat (Tritura), yang isinya: pembubaran PKI, retool kabinet dan penurunan harga.

12 Maret 1966
Dengan berbekal Surat Perintah 11 Maret, Pangkopkamtib Letjend Soeharto menetapkan pembubaran dan pelarangan PKI serta berbagai underbouwnya.

20 Juli - 5 Juli 1966
Berlangsung SU MPRS IV. Di antara ketetapannya menegaskan pembubaran PKI serta meminta kepada Presiden Soekarno melengkapi laporan pertanggungjawabannya yang berjudul Nawaksara yang dipandang tidak memenuhi harapan rakyat karena tidak memuat secara jelas kebijakan Presiden mengenai peristiwa G30S beserta epilognya.

7 - 12 Maret 1967
MPRS mengadakan Sidang Istimewa di Jakarta. Salah satu keputusannya adalah mencabut kekuasaan Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden hingga dipilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilihan umum. Soeharto dikukuhkan sebagai Presiden pada SU MPR ke-V tanggal 21-30 Maret 1968 di Jakarta.

20 Februari 1967
Berdiri Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) di Jakarta. Organisasi ini didirikan oleh para mantan aktivis Partai Masyumi seperti Moh Natsir, Anwar Harjono, Mohammad Roem dan Prawoto Mangkusasmito, dengan tujuan menggiatkan dan meningkatkan mutu dakwah Islamiyah di Indonesia. Dalam merealisasikan tujuannya, organisasi ini banyak mengirimkan dai ke berbagai pelosok tanah air, hingga ke daerah terpencil seperti Mentawai dan Irian Jaya. Belakangan juga turut mengirimkan da'i ke daerah transmigrasi untuk mengimbangi gerakan kristenisasi.

2 Januari 1974
UU No 1/1974 tentang Perkawinan disahkan Presiden RI setelah disetujui oleh DPR. Sebelumnya RUU yang diajukan sejak bulan Juli 1973 ini sempat ditolak oleh kalangan Islam, karena dinilai sebagian isinya bertentangan dengan syariat agama. Dalam RUU itu tercantum pasal yang mensahkan perkawinan melalui kantor catatan sipil, meski tidak berlandaskan syariat agama. RUU itu juga membolehkan perkawinan pasangan yang berbeda agama. RUU kontan ditolak oleh berbagai ormas Islam, berupa demonstrasi penolakan RUU yang konsepnya dirancang CSIS itu. Puncaknya adalah pendudukan ruang sidang DPR oleh sekitar 500 orang pemuda Muslim yang terdiri dari GPI, IPM, IPNU, PII, dan lain-lain yang tergabung dalam wadah Badan Kontak Generasi Pelajar Islam. Menghadapi tolakan keras dari ummat Islam itu akhirnya dalam sidang DPR, wakil pemerintah bersedia menghapus pasal-pasal yang dianggap kontroversial.

15 Januari 1974
Di Jakarta terjadi demonstrasi besar pertama kali yang dilakukan mahasiswa terhadap pemerintahan Soeharto. Bermula dari demonstrasi yang menuntut dominasi Jepang, berbuntut pada kerusuhan massal di ibukota negara yang dikenal dengan nama Peristiwa Lima Belas Januari (Malari).

26 Juli 1975
Majelis Ulama Indonesia (MUI) didirikan di Jakarta oleh 53 orang ulama dan aktivis dari berbagai ormas Islam, seperti antara lain Muhammadiyah, NU, Al Irsyad Al Washilyah dan Al-Ittihadiyah. Terpilih sebagai Ketua Umum pertama Prof HAMKA. Salah satu fungsi penting yang diemban organisasi ini adalah memberi fatwa dan nasihat mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan ummat Islam sebagai amar ma'ruf nahi munkar.

Di awal berdirinya, saat dipimpin ulama kharismatik Buya Hamka, MUI bisa menempatkan diri sebagai organisasi independen dan berwibawa serta menjadi alat kontrol efektif terhadap pemerintah. Hingga sempat menimbulkan hubungan tak harmonis dengan pemerintah Soeharto, terutama berkaitan dengan dikeluarkannya fatwa larangan mengikuti perayaan Natal bagi umat Islam. Buntutnya, Buya Hamka terpaksa mundur dari jabatannya.

Era sesudah itu, MUI relatif dekat dengan pemerintah. Bahkan terkesan menjadi corong pemerintah dalam mensosialisasikan kebijakan-kebijakan nasional seperti kebijakan keluarga berencana (KB) dan ekspor kodok.

Setelah kasus isu lemak babi di tahun 1988 yang meresahkan masyarakat, MUI pada 6 Januari 1989 mendirikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM). MUI juga kemudian memprakarsai berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang diresmikan di Istana Bogor pada tanggal 30 Oktober 1991.

4 Desember 1976
Pernyataan Aceh-Sumatra Merdeka atau dikenal dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

22 Maret 1978
MPR mensahkan Tap MPR No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), meski Fraksi Persatuan Pembangun (FPP) sangat berkeberatan dan sempat melakukan walk out saat dilakukan voting. Sikap PPP ini membuat berang Pemerintah, sehingga Presiden Soeharto menuduh aksi itu sebagai bukti keraguan PPP terhadap kebenaran Pancasila. Selanjutnya Soeharto menginstruksikan ABRI agar waspada kepada pihak-pihak yang meragukan kebenaran Pancasila. Sejak itu Pemerintah gencar mensosialisasikan P4 melalui pelajaran PMP dan penataran-penataran.

Reaksi keras terhadap P4 dan PMP datang dari tokoh-tokoh Muslim, karena dalam implementasinya mengarah pada gagasan sinkretis yang bertentangan dengan aqidah Islam. Buahnya, sejumlah tokoh Islam seperti Abdul Qadir Djaelani dan Tony Ardi dipenjara dengan tuduhan subversif/makar.

27 Maret 1980
Dalam Pembukaan Rapim ABRI di Pakanbaru serta dalam Perayaan HUT Kopassandha di Jakarta tanggal 16 April 1980, mulai mengeluarkan gagasan perlunya pemberlakukan asas tunggal Pancasila bagi seluruh kekuatan sosial politik, sekaligus mengajak ABRI meningkatkan kewaspadaan terhadap para pemimpin PPP.

17 Maret 1982
Dirjen Dikdasmen Prof Soedardji Darmoyuwono mengeluarkan Surat Keputusan bernomor 052/C/Kep/D.82 tentang pakaian seragam sekolah, yang melarang penggunan kerudung atau jilbab bagi siswi Muslimah. Akibatnya, tidak sedikit siswi yang dikeluarkan dari sekolah karena aturan ini, hingga berbuntut gugatan siswa ke pengadilan terhadap pemerintah.

12 September 1984
Terjadi peristiwa berdarah yang kemudian disebut Peristiwa Tanjung Priok, di bagian utara kota Jakarta. Peristiwa ini menelan korban jiwa sekitar 400 orang ummat Islam, termasuk pimpinannya bernama Amir Biki, yang dibantai secara keji dengan menggunakan senjata otomatis oleh pihak militer. Peristiwa ini terjadi akibat gejolak politik yang sengaja direkayasa oleh pemerintah untuk menyudutkan ummat Islam dan membuat citra ummat Islam terkesan radikal. Bertindak sebagai Pangab/Pangkopkamtib ketika itu Jenderal Leonardus Benjamin Moerdani (Benny Moerdani) dan sebagai Pangdam Jaya Mayjend Try Soetrisno. Kedua tokoh ini sampai sekarang masih melenggang-kangkung, tak terjamah pengadilan.

Lanjutan dari peristiwa ini banyak tokoh Islam ditangkap dan dipenjara dengan tuduhan subversif, antara lain AM Fatwa, Ir Sanusi, Letjend HR Dharsono, Syarifin Maloko, Abdul Qadir Djaelani, Abu Oesmany Al-Hamidy serta Rahmat Basuki.

8-12 Desember 1984
Nahdhatul Ulama (NU) menyelenggarakan Muktamar NU ke-27 di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Situbondo yang salah satu keputusan pentingnya menerima Pancasila sebagai asas tunggal organisasi tersebut. Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Ketua Umum PB NU yang baru pada muktamar kali itu.

Keputusan penting lainnya adalah pernyataan kembali ke Khitthah 1926, kembali sebagai organisasi sosial keagamaan dan tidak terlibat politik praktis serta memutuskan hubungan dengan semua partai politik. Yang terkena pukulan telak keputusan itu adalah PPP yang kelahirannya merupakan fusi dari empat partai Islam termasuk Partai NU. Karena sejak itu NU putus hubungan dengan PPP dan anggota NU bebas bergabung dengan partai manapun. Dalam rapat komisi muktamar itu, dari 36 anggotanya hanya ada 2 orang yang mendukung penerimaan asas tunggal Pancasila. Tetapi penolakan itu kandas dalam rapat pleno muktamar. Demikian juga Muhammdiyah dalam Muktamar di Surakarta menerima azas Pancasila.

24 Maret - 1 April 1986
Berlangsung pembukaan Kongres HMI ke-16 di Padang. Berbeda dengan saat Kongres HMI ke-15 di Medan yang berhasil menolak pemberlakukan Pancasila sebagai asas tunggal organisasi itu, pada kongres ini HMI memilih Saleh Khalid sebagai ketua umun dan terpaksa menerima Pancasila sebagai asas tunggal organisasinya demi menjaga kelangsungan hidupnya.

Sebelum kongres ke-16 berlangsung sudah ada lima cabang HMI yang menolak pemberlakuan asas tunggal tersebut dengan membentuk Majelis Penyelamat Organisasi (MPO) HMI pada tanggal 15 Maret 1986 di Jakarta. Tetapi kelompok ini tidak mendapat ijin untuk turut serta dalam kongres di Padang. Menanggapi keputusan kongres tersebut, MPO HMI membuat pengurus PB HMI tandingan di bawah kepemimpinan Eggy Sudjana pada tanggal 17 April 1986 di Yogyakarta. Selanjutnya, HMI yang menerima asas tunggal disebut HMI Dipo (diambil dari nama Jalan Diponegoro, tempat sekretariat mereka) dan yang menolak asas tunggal disebut HMI MPO.

10 Desember 1987
Keluar vonis dari Menteri Dalam Negeri berupa SK Mendagri No 120/1987 yang berisi pelarangan aktivitas Pelajar Islam Indonesia (PII) lantaran ormas pelajar itu menolak mengganti asas organisasinya dari asas Islam menjadi asas tunggal Pancasila sampai tenggat waktu 17 Juni 1987. Sejak itu PII menjadi organisasi terlarang yang bergerak di bawah tanah.

23 Mei 1988
Pemerintah dalam hal ini Mendikbud Fuad Hasan mengajukan RUU Pendidikan Nasional (RUU PN) yang pasal-pasalnya merugikan kepentingan pendidikan Islam, antara lain karena RUU ini tidak mengakui dasar kebebasan untuk mendirikan dan menyelenggarakan lembaga-lembaga pendidikan swasta, termasuk lembaga pendidikan keagamaan. Dalam RUU ini juga tidak diatur kewajiban penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah-sekolah, sesuai agama yang dianut anak didik.

Reaksi pertama disampaikan oleh Badan Kerjasama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat yang menolak RUU tersebut. Akhirnya RUU itu berhasil disetujui setelah dilakukan koreksi sesuai aspirasi masyarakat.

20 Juli 1998
Partai Keadilan (PK) didirikan di Jakarta. Hal tersebut dinyatakan dalam konferensi pers di Aula Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. PK menolak pemberlakuan asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi. Dalam perjalannya berubah menjadi PKS (Partai Keadilan Sejahtera).
PKS pada awal mula menjadi oposan pihak pemerintah, setelah PEMILU 2004, merupakan pendukung utama presiden Soesilo Bambang Yudoyono (SBY).

1989
Adalah tahun dimulainya Operasi Jaring Merah oleh di Aceh untuk menumpas aksi pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sekaligus dimulainya Aceh sebagai daerah operasi militer (DOM).

Sejak itu ribuan pasukan TNI tambahan diterjunkan di Bumi Rencong ini untuk memerangi GAM. Aksi militer yang kejam dan melanggar HAM dari kedua belah pihak telah menghasilkan banyak korban rakyat sipil yang tidak bersalah.

Upaya penyelidikan Komnas HAM yang dipimpin Baharuddin Lopa di tahun 1998 menghasilkan data temuan sementara 871 orang tewas di tempat kejadian perkara (TKP) karena tindak kekerasan, 387 orang hilang kemudian ditemukan mati, 550 orang hilang tak diketemukan lagi, 368 orang cedera karena penyiksaan, 120 korban dibakar rumahnya serta 102 orang perempuan diperkosa akibat pelaksaan DOM selama sembilan tahun (1989-1998). Banyak pihak percaya, korban sesungguhnya dua atau kali lipat dari temuan itu.

7 Desember 1990
Sekitar 500 orang pakar dan cendekiawan berkumpul di Universitas Brawijaya, Malang, menghadiri Simposium Nasional Cendekiawan Muslim dengan tema “Membangun Masyarakat Indonesia Abad 21”. Puncak dari acara itu adalah terbentuk Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dengan Menristek Prof BJ Habibie sebagai Ketua Umumnya.

Kehadiran ormas ini yang menandakan berakhirnya rasa curiga dan permusuhan pemerintah Soeharto kepada ummat Islam kemudian melahirkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Kalangan Islam yang selama ini dimusuhi oleh Pemerintah, tentu saja mendukung berdirinya ICMI, karena dengan begitu usaha dakwah ummat Islam dapat lebih leluasa bergerak. Dalam usaha mentransformasikan missinya, ICMI mendirikan lembaga kajian bernama Center for Information and Development Studies (CIDES), koran harian Republika, Yayasan Orbit, dan Pusat Inkubasi Usaha Kecil (Pinbuk).

29 Maret 1998
Sekitar 200 pimpinan lembaga dakwah kampus (LDK) se-Indoneia seusai mengikuti acara forum silaturahmi LDK ke-10 di Universitas Muhammadiyah Malang Jawa Timur mencetuskan Deklarasi Malang sebagai tanda kelahiran Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Fahri Hamzah dari UI terpilih sebagai ketua umumnya yang pertama.

Beberapa hari sesudahnya KAMMI melakukan gebrakan pertama dengan menggelar Rapat Akbar Mahasiswa dan Rakyat di halaman Masjid Al Azhar Jakarta, menghadirkan sekitar 20 ribu mahasiswa, pelajar, buruh, pedagang, dan ibu-ibu rumah tangga, menuntut pemerintahan Soeharto segera melakukan reformasi sesuai tuntutan mahasiswa.

20 Mei 1998
Bertepatan dengan hari kebangkitan nasional, di Istana Negara Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya setelah berbulan-bulan didemo mahasiswa dan diultimatum oleh Pimpinan MPR. Pada hari yang sama Wakil Presiden BJ Habibie dilantik menjadi Presiden RI ke-3, menggantikan Soekarno.

Beberapa hari sebelumnya ribuan mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR/MPR.

26 Juni 1998
Prof Deliar Noer mendeklarasikan berdirinya Partai Ummat Islam (PUI) sebagai partai pertama yang berasaskan Islam. Sesudah itu menyusul berdiri pula 12 partai Islam lainnya seperti Partai Bulan Bintang (PBB) tanggal 26 Juli 1998, Partai Keadilan (PK) tanggal 9 Agustus 1998, Partai Nahdhatul Ummat (PNU) tanggal 16 Agustus 1998 dan Partai Kebangkitan Ummat (PKU) 25 Oktober 1998.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang di masa pemerintahan Soeharto dipaksa berasastunggal Pancasila, pada muktamarnya yang terakhir kembali kepada asas Islam dan kembali menggunakan lambang Ka'bah.

PB NU memilih tidak mendirikan partai Islam, tetapi mendeklarasikan partai berasaskan Pancasila bernama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Begitu pula Muhammadiyah memilih tidak mendirikan partai, tetapi mengijinkan ketua umum Dr Amien Rais sebagai Ketua Umum partai berasaskan Pancasila bernama Partai Amanat Nasional (PAN).

10 November 1998
Berlangsung Sidang Istimewa MPR. Salah satu putusan terpentingnya adalah pencabutan Ketetapan MPR No II/MPR/1978 tentang P4 serta pencabutan Pancasila sebagai asas tunggal orsospol dan ormas.

19 Januari 1999
Tepat di hari raya Idul Fitri tahun lalu, di saat kaum Muslim Ambon sedang beristirahat usai bersilaturahmi dengan sanak famili, mendadak warga Muslim di daerah Batu Merah diserbu warga Nasrani bersenjata parang panjang dan panah berapi. Ratusan rumah, pasar, pertokoan dan sarana pendidikan musnah terbakar. Ratusan nyawa melayang, puluhan ribu penduduk mengungsi. Sejak itu kerusuhan menjalar ke seantero pula Ambon. Bahkan kemudian menjalar pula ke pulau-pulau di sekitarnya. Senjata yang digunakan pun sudah berupa senapan mesin dan bom rakitan. Meski Gus Dur dan Megawati telah berkunjung ke sana bulan silam, kerusahan masih belum berhenti juga.

April 2000
Setelah terjadinya peristiwa Ambon, Laskar Jihad tiba di Ambon pertengahan April 2000. Entah apa yang menjadi alasan pemerintah dan aparat keamanan dalam rangka menyelesaikan konflik horizontal di Poso, yang jelas, sebagaimana informasi yang bersumber dari badan intelijen, Densus 88 Anti Teror telah merekrut mantan Panglima Laskar Jihad, Ja’far Umar Thalib untuk menjadi false flag dalam kasus Poso. Polri menyadari tingginya resistensi terhadap Brimob, maka mereka pun menyusupkan anggotanya ke dalam tubuh Laskar Jihad. Dalam masalah ini pula telah terlibat berbagai kalangang dari kelompok-kelompok Islam diantaranya Majelis Mujahidin dan eks NII Sulawesi.

Dukungan secara diam-diam oleh pihak TNI yang dikenal dengan istilah "Jendral Hijau" telah berhasil memanfaatkan kelompok-kelompok Islam untuk meredakan kasus Ambon kembali ke pangkuan Pancasila.

5-7 Agustus 2000
Majelis Mujahidin lahir berawal dari keprihatinan para tokoh gerakan Islam yang pernah digembleng di “pesantren Orde Baru” seperti Irfan Suryahardi, Deliar Noer, Syahirul Alim, Mursalin Dahlan, Mawardi Noor dan lain-lain. Saat itu hadir kira-kira 1500 orang dari berbagai gerakan di seluruh tanah air, bahkan hadir pula beberapa perwakilan dari negara sahabat, seperti Moro, Malaysia, dan Arab Saudi. Beberapa tokoh Majelis Mujahidin merupakan tokoh-tokoh penting gerakan islam di masa NII SMK dan era NII masa order baru.

2000 – 2002, Majelis Mujahidin bahkan telah disusupi pihak intelijen nasional, dimana seorang pengurus Lajnah Tanfidziyah bidang hubungan antar Mujahid diduga berasal dari BIN. Diketahuinya satu orang telah menyusup ke tubuh Majelis Mujahidin berkaitan dengan hilangnya “pengurus” ini tanpa sebab setelah kasus bom Bali.

12 Oktober 2002
Terjadi peristiwa bom Bali-I di kecamatan Kuta pulau Bali, Indonesia, mengorbankan 202 orang dan mencederakan 209 yang lain, kebanyakan merupakan wisatawan asing. Peristiwa ini sering dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.

Beberapa rakyat Indonesia telah dijatuhi hukuman mati karena peranan mereka dalam pengeboman tersebut. Abu Bakar Bashir (Amir Majelis Mujahidin), yang disebut sebagai salah satu yang terlibat dalam memimpin pengeboman ini, dinyatakan tidak bersalah pada Maret 2005 atas konspirasi serangan bom ini, dan hanya didakwa atas pelanggaran keimigrasian.

Pada Juli 2006, menurut sumber MMI terungkap penyusupan intelijen asing yang berasal dari NTT yang ditugaskan melacak mata rantai MMI dengan Al Qaeda.

1 Oktober 2005
Terjadi Ledakan bom di Jimbaran. Panglima TNI, Endriartono Soetarto, mensinyalir pelaku teror dari kelompok beridentitas Islam, setelah ditemukannya tiga potongan kepala tanpa tubuh --yang diduga sebagai pelaku bom bunuh diri. Media massa pun semakin leluasa mengaitkan tragedi Bom Bali II dengan peristiwa sebelumnya, khususnya dengan nama Dr Azahari dan Noordin M Top.

Mengiringi Bom Bali II, terdapat sejumlah kejanggalan. Melalui tayangan televisi, dapat disaksikan dengan jelas keberadaan polisi federal Australia sejak awal peristiwa ledakan hingga investigasi di TKP. Kenyataan ini membuktikan, antara lain, kebenaran sinyalemen mantan KSAD, Ryamizard Riyacudu, tentang "penyusupan intelijen asing".

15 Agustus 2005
Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka di Helsinki, Finlandia untuk menyelesaikan pertikaian antara kedua belah pihak di Aceh.

22 September 2006
Kasus Tibo adalah sebuah kasus mengenai penyelesaian Kerusuhan Poso. Tibo sendiri merupakan salah satu terdakwa dari tiga terdakwa. Tiga orang terdakwa dalam kasus ini adalah Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu. Mereka ditangkap pada Juli dan Agustus 2000. Dan dijatuhi vonis mati pada April 2001 di Pengadilan Negeri Palu, dan ditegaskan kembali dengan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara pada 17 Mei 2001. Pengadilan memutuskan bahwa mereka bersalah atas tuduhan pembunuhan, penganiayaan, dan perusakan di tiga desa di Poso, yakni Desa Sintuwu Lemba, Kayamaya, dan Maengko Baru.

Kasus vonis mati mereka menimbulkan banyak kontroversi sehingga menyebabkan rencana vonis mati mereka tertunda beberapa kali. Ketiganya dieksekusi mati pada dinihari 22 September 2006 di Palu.

Seruan dari dunia internasional

Sebelumnya Pemerintah Indonesia juga menerima keberatan maupun seruan anti-hukuman mati dari dunia internasional, termasuk dari Tahta Suci Vatikan serta sejumlah negara Eropa, terkait dengan rencana pelaksanaan hukuman mati. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengaku menerima keberatan-keberatan, seruan-seruan, tidak hanya dari pemerintah atau Tahta Suci atau organisasi internasional, tapi juga pribadi-pribadi. Surat-surat yang ditulis dalam bahasa Inggris itu umumnya berasal dari LSM, organisasi keagamaan dan pemerintah, serta perorangan dari negara-negara di Eropa dan AS.

Pada 4 September 2006 sekitar 4000 warga muslim Poso mengadakan protes penuntutan pelaksanaan hukuman mati Tibo cs dilaksanakan dengan segera. Demo ini menyebabkan sekolah, pasar, dan pusat bisnis lainnya tutup. Disinyalir kerusuhan Poso dibekingi oleh gerakan Anti Islam Internasional.

12 Agustus 2007
Diselenggarakannya konferensi Khilafah Internasional di Indonesia, oleh Hizbut Tahrir Indonesia

1-3 Februari 2008
Diselenggarakannya mukernas PKS. PKS mengaku siap menerima anggota non-Muslim untuk jadi anggota DPR. Selama ini telah memiliki anggota DPRD yang non-Muslim di beberapa daerah. Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah mengungkapkan, partainya siap menerima anggota non-Muslim untuk dijadikan anggota DPR dari PKS dan hal itu merupakan konsistensi atas keterbukaan parpol tersebut.
KHILAFAH ISLAM ABAD 21


Tanggal 3 Maret 1924, Mustafa Kemal Attaturk yang merupakan agen Inggris, membubarkan institusi Kekhilafahan Islam terakhir di Turki dan menggantikannya dengan Republik Turki. Inilah era berakhirnya sebuah struktur dan sistem agung yang didirikan langsung oleh Rasululloh Muhammad SAW.

Tiadanya khalifah yang menjadi pengayom dan pelindung, menjadikan kaum muslimin laksana makanan lezat yang disantap musuh-musuhnya. Satu persatu negeri Islam tunduk patuh dalam dominasi penjajah kafir, wilayahnya diduduki, kekayaan alamnya dirampas, kehormatannya diinjak-injak, tanpa mampu memberikan perlawanan.

Kaum muslimin kehilangan sarana mewujudkan misi mulia dihadirkannya mereka di muka bumi, yaitu menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin). 

Tapi kini, orang mulai menyadari kehancuran dan kebobrokan yang ditimbulkan kapitalisme sekularisme. Gerakan perjuangan menegakkan (kembali) Khilafah Islam yang awalnya sayup-sayup terdengar, kini semakin kencang menggelora di seantero negeri. 

Situs ini didedikasikan khusus untuk turut menggerakkan roda-roda perjuangan menegakkan kembali Khilafah Islam di muka bumi. Dengan tekad bulat kaum muslimin, dan tentu saja atas ijin dan pertolongan Alloh, sebentar lagi Khilafah Islam akan tegak kembali. Insya Alloh.

Semua yang tertulis di sini adalah pendapat dan tanggung jawab saya pribadi sebagai syabab Hizbut Tahrir Indonesia, kecuali bila disebutkan rujukannya pada sumber resmi Hizbut Tahrir.

Siapapun boleh mengutip tulisan di sini, baik sebagian atau seluruhnya, tanpa perlu ijin terlebih dulu, karena ilmu memang harus disebarluaskan. Saya hanya memohon jangan lupa mencantumkan linknya, agar pembaca tahu dimana bila harus melakukan konfirmasi. Jazakumulloh khoiron