BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dalam kehidupan
manusia, kebutuhan yang diperlukan tidak cukup hanya keperluan rohani saja.
Manusia juga membutukkan keperluan jasmani, seperti makan, minum, pakaian,
tempat tinggal, dan yang lainnya. Maka untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya dia
harus berhubungan dengan sesama dan alam sekitarnya. Inilah yang disebut
dengan muamalah.
Untuk
menghindari kesewenang-wenangan dalam bermuam’alah, agama mengatur
sebaik-baiknya masalah ini. Maka dari sinilah telah jelas bahwa Islam itu tidak
hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tapi juga hubungan manusia dengan
sesama manusia lagi. Disamping diwajibkan mengabdikan dirinya kepada Tuhan,
manusia juga diwajibkan untuk mencari keperluan hidupnya.
Firman Allah
Ta’alaa:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ
الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا
أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah
pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bagian dari duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.” (Q.S. Al-Qashash: 77).
Dalam ayat
tersebut ditegaskan bahwa kita harus berbuat baik terhadap sesama,
tolong-menolong, bantu-membantu dalam kesempitan dan kesukaran. Dan salah satu
cara muamalah supaya tidak terjadi salah kekeliruan antara penjual dan pembeli,
maka diperlukan adanyakhiyar (pilihan). Oleh karena sebab itu, maka
di dalam makalah ini kami mengambil judul “Khiyar”.
2.
Rumusan Masalah
1. Apa yang
disebut dengan khiyar?
2. Ada berapa
pembagian khiyar?
3. Apa hikmah dari
khiyar?
3.
Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi
tugas mata pelajaran FIQIH kelas Kelas IX MTs DARUSSALAM
BAB II
PEMBAHASAN
KHIYAR
1. Pengertian
Khiyar
Khiyar Menurut
bahasa yaitu memilih, menyisihkan dan menyaring. Sedangkan secara umum khiyar
artinya menentukan yang terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk dijadikan
orientasi. Sedangkan menurut istilah ulama ahli fiqih khiyar adalah hak memilih
antar dua hal yang disukainya, meneruskan atau membatalkan jual beli selama
kedua belah pihak masih ada ditempat akad dan masih dalam masa pertimbangan.
Sedangkan
menurut al-ustadz Aceng Zakaria dalam bukunya Etika Bisnis Dalam Islam,
Beliau mendefinisikan bahwa yang disebut khiyar adalah mengambil pilihan untuk
jadi atau membatalkan jual beli setelah terjadi Ijab Qabul.
Kadang orang
terburu-buru untuk melakukan Ijab Qabul dan setelah Ijab Qabul kadang baru
terpikir bahwa yang lebih maslahat, lebih baik membatalkan jual beli karena ada
pertimbangan-pertimbangan lain.
2. Pembagian
Khiyar
Menurut Prof.
Dr. Rachmat Syafe’i, M.A dalam bukunya Fiqih Muamalahmenyatakan
bahwa Jumlah khiyar sangat banyak dan diantara para ulama telah terjadi
perbedaan pendapat. Menurut ulama Hanafiyah, jumlahnya ada 17.
Ulama Malikiyah
membagi khiyar menjadi dua bagian, yaitu khiyar al-taamul (melihat,
meneliti) yakni khiyar secara mutlak, dan khiyar naqish (kurang)
yakni apabila tedapat kekurangan atau a’ib barang yang dijual (khiyar
al-hukmy). Ulam Malikiyah berpendapat bahwa khiyar majlis itu batal.
Ulama
Syafi’iyah berpendapat bahwa khiyar terbagi dua, pertama khiyar
at-tasyahiadalah khiyar yang menyebabkan pembeli memperlama transaksi
sesuai dengan seleranya terhadap barang, baik dalam majlis maupun syarat. Kedua
adalah khiyar naqishah yang disebabkan adanya perbedaan dalam
lafazh atau adanya kesalahan dalam perbuatan atau adanya penggantian. Adapun
khiyar yang didasarka pada syara’ menurut ulama Syafi’iyah ada 16 dan menurut
ulama Hanabilah jumlah khiyar ada 8 macam.
1) Khiyar Syarat
a. Arti khiyar
syarat
Yaitu
mengadakan khiyar dengan mengambil batas waktu satu, dua atau tiga hari atau
mungkin lebih sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Maka jika telah habis
waktunya maka gugurlah dan jual belinya dianggap positif, tidak bisa dibatalkan
lagi.
Hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW;
عن ابن عمر ان النبي صلى الله عليه
وسلم قال:كل بيعين لا بيع بينهما حت يتفرقا الابيع الخيار .
“Dari Ibnu ‘Umar, sesungguhnya Nabi SAW
bersabda: “setiap penjual dan pembeli tidak ada jual beli di antara mereka
sampai keduanya berpisah kecuali khiyar.”
Hadits ini
menunjukkan selama belum berpisah keduanya, maka masih bisa membatalkan jual
belinya, kecuali jika ada khiyar, termasuk waktu tertentu yang disepakati kedua
belah pihak.
b.
Khiyar masyru’ (disyari’atkan)
dan khiyar rusak
·
Khiyar masyru’
Yaitu khiyar yang ditetapkan batasan waktunya.
Hal itu didasarkan pada hadits Rasulullah SAW. tentang riwayat Hibban Ibn
Munqid yang menipu dalam jual-beli, kemudian perbuatannya itu dilaporka kepada
Rasulullah SAW ., lalu beliau bersabda:
اذابايعت فقل: لاخلابةولى الخيار
ثلاثة ايام.
“jika kamu
bertransaksi (jual-beli), katakanlah, tidak ada penipuan dan saya khiyar selama
tiga hari” (HR. Muslim).
·
Khiyar rusak
Menurut pendapat paling masyhur
dikalangan ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, khiyar yang tidak jelas
batasan waktunya adalah tidak sah, seperti pernyataan “saya beli barang ini
dengan syarat saya khiyar selamanya.” Perbuatan ini mengandung unsur jahalah (ketidakjelasan).
c.
Batasan khiyar masyru’
Ulama
Hanafiyah, Jafar, dan Syafi’iyah berpendapat bahwa khiyar dibolehkan dengan
waktu yang ditentukan selagi tidak lebih dari tiga hari. Golongan ini selain
beralasan dengan hadits dari Munqid di atas, juga mendasarkan pada hadits dari
Ibn Umar tentang pernyataan Anas:
ان رجلا اشتر ى من رجل بعيرا واشترط
عليه الحيار اربعة ايام. فابطل رسول الله ص.م. البيع وقال: الخيار ثلاثة ايام.
“Seseorang laki-laki membeli seekor
unta dari laki-laki lainnya, dan ia mensyaratkan khiyar selama empat hari.
Rasulullah SAW. Membatalkan jual-beli tersebut dan bersabda, “khiyar adalah
tiga hari.” (HR. Abdurrazaq)
d. Cara
menggunakan khiyar
Dimaklumi bahwa
akad atau jual-beli yang di dalamnya terdapat khiyar adalah akad
yang tidak lazim. Dengan demikian, akad tersebut akan menjadi lazim jika khiyar
tersebut gugur.
Cara
menggugurkan khiyar tersebut ada tiga:
·
Pengguguran jelas (sharih)
Pengguguran sharih adalah pengguguran
oleh orang yang berkhiyar seperti menyatakan, “saya batalkan khiyar dan saya
ridha.” Dengan demikian, akad menjadi lazim (shahih). Sebaliknya, akad gugur
dengan pernyataan “saya batalkan atau saya gugurkan akad ini.”
·
Pengguguran dengan dilalah
Pengguguran dengan dilalah adalah
adanya tasharruf (beraktifitas dengan barang tersebut) dari
pelaku khiyar yang menunjukkan bahwa jual-beli tersebut jadi dilakukan, seperti
pembeli menghibahkan barang tersebut kepada orang lain, atau sebaliknya,
pembeli mengembalikan kepemilikan kepada penjual. Pembeli menyerahkan kembali
barang kepada penjual menunjukkan bahwa ia membatalkan jual-beli atau akad.
·
Pengguguran khiyar dengan adanya
kemadaratan
Pengguguran khiyar dengan adanya
kemadaratan terdapat dalam beberapa keadaan, antara lain berikut ini:
·
Habis waktu
Khiyar menjadi gugur setelah habis
habis waktu yang telah ditetapkan walaupun tidak ada pembatalan dari yang
khiyar. Dengan demikian, akad menjadi lazim.
·
Kematian orang yang memberikan syarat
Jika orang yang memberikan syarat
meninggal dunia, khiyar menjadi gugur, baik yang meninggal itu sebagai pembeli
maupun penjual, lalu akadpun menjadi lazim, sebab tidak mungkin membatalkannya.
·
Adanya hal-hal yang semakna dengan mati
Khiyar gugur dengan adanya
perkara-perkara yang semakna dengan mati, seperti gila, mabuk, dan lain-lain.
Dengan demikian, jika akal seseorang hilang karena gila, mabuk, tidur, atau hal
lainnya, akad menjadi lazim.
·
Barang rusak ketika masih khiyar
Tentang rusaknya barang dalam rentang
waktu khiyar terdapat beberapa masalah, apakah rusaknya setelah diserahkan
kepada pembeli atau masih dipegang penjual, dan lain-lain, sebagaimana akan
dijelaskan di bawah ini:
ü Jika barang
masih di tangan penjual, batallah jual-beli dan khiyarpun gugur.
ü Jika barang
sudah pada di tangan pembeli, jual-beli batal jika khiyar berasal dari penjual,
tetapi pembeli harus menggantinya.
ü Jika barang
sudah ada di pembeli dan khiyar berasal dari pembeli, jual-beli menjadi lazim
dan khiyarpun gugur.
ü Ulama Syfi’iyah
seperti halnya ulama Hanafiyah berpendapat bahwa jika barang rusak dengan
sendirinya, khiyar gugur dan jual-beli pun batal.
·
Adanya cacat pada barang
Dalam masalah ini ada beberapa
penjelasan :
ü Jika khiyar
berasal dari penjual, dan cacat terjadi dengan sendirinya, khiyar gugur dan
jual-beli pun gagal. Akan tetapi, jika cacat karena perbuatan pembeli atau
orang lain, khiyar tidak gugur, tetapi pembeli berhak khiyar dan bertanggung
jawab atas kerusakannya. Begitu juga jika orang lain yang merusaknya, ia
bertanggung jawab atas kerusakannya.
ü Jika khiyar
berasal dari pembeli dan cacat, khiyar gugur, tetapi jual-beli tidak gugur,
sebab barang berada pada tanggung jawab pembeli.
e.
Hukum akad pada masa khiyar
Ulama Hanafiyah
berpendapat bahwa tidak terjadi akad pada jual-beli yang mengandung khiyar,
tetapi ditunggu sampai gugurnya khiyar.
Adapun menurut
ulama Malikiyah dalam riwayat Ahmad, barang yang ada pada masa khiyar masih
milik penjual, sampai gugurnya khiyar, sedangkan pembeli belum memiliki hak
sempurna terhadap barang.
Ulama
Syafi’iyah berpendapat, jika khiyar syarat berasal dari pembeli, barang menjadi
milik pembeli. Sebaliknya, jika khiyar berasal dari penjual, barang menjadi hak
penjual. Jika khiyar syarat berasal dari penjual dan pembeli, ditunggu sampai
jelas (gugurnya khiyar).
Adapun menurut
ulama Hanabilah, dari siapapun khiyar berasal, barang tesebut menjadi milik
pembeli. Jual-beli dengan khiyar, sama seperti jual-beli lainnya, yakni
menjadikan pembeli sebagai pemilik barang yang tadinya milik penjual. Mereka
mendasarkan pada hadits Nabi SAW. dari Iibn Umar:
من باع عبدا وله مال فماله للب ئع الا
ان يشترط المبتاع
“barang siapa
yang menjual hamba yang memiliki harta, maka harta tersebut milik penjual,
kecuali pembeli memberikan syarat.”
Pada hadits
tersebut, Rasulullah SAW. menetapkan bahwa harta menjadi milik pembeli dengan
adanya syarat.
f.
Cara membatalkan atau menjadikan akad
Membatalkan
atau menjadikan akad dapat terjadi dengan adanya kemadaratan atau adanya maksud
(niat) dan khiyar (pilihan).
Pembatalan
dengan adanya kemadaratan telah dibahas di atas, yakni bisa dengan habisnya
waktu, rusaknya barang dan lain-lain.
2) Khiyar Majlis
Khiyar majlis
yaitu memilih antara jadi dan tidak selama masih dalam satu majlis, sebagaimana
dalam hadits dinyatakan:
البيعان بالخيار ما لم يتفرقا...
“si penjual dan pembeli boleh mengambil
khiyar selama keduanya belum berpisah.”
Maksudnya, jika
sudah berpisah maka tidak ada khiyar, sedangkan ukuran majlisnya itu relatif,
bisa kecil seperti keluar dari rumah, bisa lebih besar seperti keluar dari toko
atau mall. Dalam hak ini bisa dikembalikan kepada ‘urf (kebiasaan)
atau kewajaran yang dianggap sudah berpisah.
·
Masa habisnya khiyar apabila:
ü Keduanya
memilih akan meneruskan akad. Jika salah seorang dari keduanya memilih akan
meneruskan akad, habislah khiyar dari pihaknya, tetapi hak yang lain masih
tetap.
ü Keduanya
terpisah dari tempat jual-beli. Arti berpisah ialah menurut kebiasaan, apabila
kebiasaan telah menghukum bahwa keadaan keduanya sudah berpisah, tetaplah
jual-beli antara keduanya. Kalau keadaan mengatakan belum berpisah, masih
terbukalah pintu khiyar antara keduanya. Kalau keduanya berselisih, umpamanya
seorang mengatakan sudah berpisah, sedangkan yang lain mengatakan belum, yang
mengatakan belum hendaklah dibenarkan dengan sumpahnya, karena yang asal belum
berpisah.
3) Khiyar A’ib
(Cacat)
a. Arti khiyar
a’ib
Khiyar a’ib
yaitu membuat khiyar karena terdapat a’ib atau cacat dalam barang yang
diperjualbelikan. Seseorang hendaklah menjual barangnya dengan transparan, jika
mulus katakanlah mulus dan jika cacat katakanlah cacat. Tidak boleh (haram)
menyembunyikan cacat pada barang yang dijual, sebagaimana sabda Nabi SAW:
قال رسول الله ص.م: لا يحل لمسلم باع
من اخيه بيعا وفيه عيب الا بينه. – رواه احمد-
Nabi SAW
bersabda: “tidak halal seorang muslim menjual barang kepada saudaranya yang
muslim yang terdapat cacat kecuali ia harus menjelaskannya.” (H.R Ahmad)
Dengan
demikian, bila seseorang membeli barang yang ternyata ada cacatnya, maka ia
boleh mengembalikannya lagi. Tetapi jika pembeli membeli sesuatu dan ia sudah
mengetahui cacatnya sejak awal dan ia setuju untuk membelinya, maka sah
jual-belinya dan jika terjadi perselisihan antara penjual dan pembeli tentang
cacat dalam barang tersebut setelah berpisah, maka ucapan yang kuat adalah
ucapan si penjual, karena ada Qaidah (penjelasan):
الاصل العدم.
“asalnya adalah tidak ada.”
Yaitu tidak ada
cacat. Oleh karenanya tidak ada khiyar kecuali jika si penjual menyetujuinya.
Tetapi jika sejak awal sudah dibuat perjanjian, dimana barang yang sudah dibeli
tidak boleh dikembalikan lagi dan si pembeli menyetujuinya, maka dalam hal ini
tentu saja tidak ada khiyar, seperti membeli obat ke apotek yang telah
ditentukan sejak awal tidak boleh dikembalikan lagi.[8]
b. ‘Aib
mengharuskan khiyar
Ulama Hanafiyah
dan Hanabilah berpendapat bahwa ‘aib pada khiyar adalah segala sesuatu yang
menunjukkan adanya kekurangan dari aslinya, misalnya berkurang nilainya menurut
adat, baik berkurang sedikit atau banyak.
Menurut ulama
Syafi’iyah adalah segala sesuatu yang dapat dipandang berkurang nilainya dari
barang yang dimaksud atau tidak adanya barang yang dimaksud, seperti sempitnya
sepatu, potongnya tanduk binatang yang akan dijadikan kurban.
c. Syarat tetapnya
khiyar
Disyaratkan
untuk tepatnya khiyar ‘aib setelah diadakan penelitian yang menunjukkan:
·
Adanya ‘aib setelah akad atau sebelum
diserahkan, yakni ‘aib tersebut telah lama ada. Jika adanya setelah penyerahan
atau ketika berada di tangan pembeli, ‘aib tersebut tidak tetep.
·
Pembeli tidak mengetahui adanya cacat
ketika akad dan ketika menerima barang. Sebaliknya, jika pembeli sudah
mengetahui adanya cacat setelah menerima barang, tidak ada khiyar sebab ia
dianggap telah ridha.
·
Pemilik barang tidak mensyaratkan agar
pembeli membebaskan jika ada cacat. Dengan demikian, jika penjual
mensyaratkannya, tidak ada khiyar. Jika pembeli membebaskannya, gugurlah hak
dirinya.
d. Waktu khiyar
‘aib
Khiyar ‘aib
tetap ada sejak munculnya cacat walaupun akad telah berlangsung cukup lama.
Mengenai membatalkan akad setelah diketahui adanya cacat, baik secara langsung
atau ditangguhkan, terdapat dua pendapat.
Ulama Hanafiyah
dan Hanabilah berpendapat bahwa membatalkan akad setelah diketahui adanya cacat
adalah ditangguhkan, yakni tidak disyaratkan secara langsung.
Adapun ulama
Syafi’iyah dan Malikiyah berpendapat bahwa pembatalan akad harus dilakukan
sewaktu diketahuinya cacat, yakni secara langsung menurut adat, tidak boleh
ditangguhkan.
e. Cara
pengembalian akad
Apabila barang
berada di tangan pemilik pertama, yakni belum diserahkan kepada pembeli, akad
dianggap telah dikembalikan (dibatalkan), dengan ucapan, “Saya kembalikan.”
Dalam hal ini tidak memerlukan seorang hakim, tidak pula membutuhkan keridaan.
f.
Hukum akad dalam khiyar ‘aib
Hak pemilik
barang khiyar yang masih memungkinkan adanya ‘aib berada di tangan pada pembeli
sebab jika tidak terdapat kecacatan, barang tersebut adalah milik pembeli
secara lazim.
Dampak dari
khiyar ‘aib adalah menjadikan akad tidak lazim bagi yang berhak khiyar, baik
rela atas cacat tersebut sehingga batal khiyar dan akad menjadi lazim, atau
mengembalikan barang kepada pemiliknya sehingga akad batal.
g. Perkara yang
menghalangi untuk mengembalikan barang ma’qud ‘alaih(barang) yang
cacat tidak boleh dikembalikan dan akad menjadi lazim dengan adanya sebab-sebab
berikut:
·
Rida setelah mengetahui adanya cacat,
baik secara jelas diucapkan atau adanya petunjuk, seperti menggunakan barangnya
(ber-tasharruf) yang menunjukkan atas keridaan barang yang cacat,
seperti memakannya, menghadiahkannya, dan lain-lain.
·
Menggugurkan khiyar, baik secara
jelas, serperti berkata, “saya gugurkan khiyar” atau adanya petunjuk, seperti
membebaskan adanya cacat pada ma’qud alaih (barang).
·
Barang rusak karena perbuatan
pembeli atau berubah dari bentuk aslinya.
·
Adanya tambahan pada barang
yang bersatu dengan barang tersebut dan bukan berasal dari aslinya atau
tambahan yang terpisah dari barang, tetapai berasal dari aslinya, seperti
munculnya buah atau lahirnya anak.
h. Mewariskan
Khiyar ’Aib
Ulama fiqih
sepakat bahwa khiyar ‘aib dan khiyar ta’yin diwariskan sebab berhubungan dengan
barang. Dengan demikian, jika yang memiliki hak khiyar ‘aib itu meninggal, ahli
warisnya memiliki hak untuk meneruskan khiyar sebab ahli waris memiliki hak
menerima barang yang selamat dari cacat.
3. Hikmah Khiyar
Diantara hikmah
khiyar adalah:
1) Khiyar dapat
membuat akad jual beli berlangsung memenuhi prinsip–prinsip islam, yaitu suka
sama suka antar sesama pembeli dan penjual.
2) Pembeli
mendapatkan barang dagangan yang baik atau benar-benar yang di sukainya.
3) Terhindar dari
unsur- unsur penipuan baik dari pihak pembeli maupun penjual, karena tidak
adanya kehati-hatian.
4) Khiyar dapat
memelihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih antar sesama.
5) Menghindari
rasa permusuhan.
6) Mendidik kepada
para pedangang agar selalu bersikap jujur.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1)
Khiyar adalah memilih antara dua
alternatif, meneruskan untuk jual beli atau mengurungkannya. Hak untuk memilih
antara kedua kemungkinan tersebut sepanjang masing-masing pihak dalam
mempertimbangkan.
2)
Khiyar dapat dibagi menjadi tiga:
3)
Khiyar Syarat
4)
Khiyar Majlis
5)
Khiyar ‘Aib
6)
Diantara hikmah khiyar adalah:
a.
Khiyar dapat membuat akad jual beli
berlangsung memenuhi prinsip–prinsip islam, yaitu suka sama suka antar sesama
pembeli dan penjual.
b.
Pembeli mendapatkan barang dagangan
yang baik atau benar-benar yang di sukainya.
c.
Terhindar dari unsur- unsur penipuan
baik dari pihak pembeli maupun penjual, karena tidak adanya kehati-hatian.
d.
Khiyar dapat memelihara hubungan baik
dan terjalin cinta kasih antar sesama.
e.
Menghindari rasa permusuhan.
f.
Mendidik kepada para pedangang agar
selalu bersikap jujur.
2.
Saran
Kami
selaku penyusun sangat menyadari masih jauh dari sempurna dan tentunya banyak
sekali kekurangan dalam pembutan makalah ini. Hal ini disebabkan karena masih
terbatasnya kemampuan kami. Oleh karena itu, kami selaku pembuat makalah ini sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Kami juga mengharapkan
makalah ini sangat bermanfaat untuk kami khususnya dan pembaca pada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar